Hujan dan Hiponimnya


Hujan dan Hiponimnya


  Di suatu malam yang gelap gulita, turunlah hujan deras. Kilat menyala dan petir menyambar-nyambar dramatis. Sembari menjinjing lenteranya, seorang gadis melangkah pasti ke dalam gua. Ia berseru, “Guys, ini Ellunar ada Nuram-Jingga lagi, judul bukunya Petrikor! Hey, kalian ada niatan sebuku sama aku, nggak?”

Ruze (alias Onnanopiruze) menjawab dengan pertanyaan pula, “Bentar. Petrikor apaan?”

“Petrikor, angu, atau ampo adalah aroma alami yang dihasilkan saat hujan jatuh di tanah kering. Kata ini berasal dari bahasa Yunani, petra yang berarti batu, dan ichor, cairan yang mengalir di pembuluh para dewa dalam mitologi Yunani,” sosor Jessie.

“Pinter amat lu?” sahut Ruze dengan nada agak meledek. “Makasih, lho, btw.”

“Tangklet Mbah Gugel, biyasalah,” balas Jessie. “btw gaskeun! Mau tukeran ship lagi, nggak, Shin?” tawarnya kepadaku.

“Weh, kuylah! Womantap jiwa! Jakendor, Jess!” sahutku.

Setelahnya, aku dan dia pun melakukan tos lalu brofist ala-ala. Kami sempat juga mendiskusikan sekilas rencana tukar kapal itu. Yah, meski ujung-ujungnya belum mencapai hasil.

Mendadak sesosok makhluk bertopeng cewek anime rambut merah jambu menyahut, “Hujan-hujan gitu enaknya nulis misteri pembunuhan nggak, sih? Biar kayak anime!”

Omong-omong, nama penanya Kolatte.

“Kematian … dan depresi!” sambung Ruze, mendramatisir keadaan.

“Yah, sebenarnya aku lagi mood mulis galau-galauin si doi,” kataku.

“Naruhodo! Omoshiroidesu arimasen,” jawab Kolatte, si wibu yang grammar Jepangnya broken satu itu.

Kemudian, kami kembali ribut mengenai wacama sehati sebuku itu. Akan tetapi, aku tak tahu bagaimana kelanjutannya. Sebab goa penulis fanfik tersebut kembali sunyi, nyaris sepertk tak berpenghuni. Aku tak tahu, jadikah atau tidak mereka mengirim naskah Nuram Jingga mereka ke Redaksi Ellunar. Sudah membuat atau belum pun aku tak yakin.

Karena mereka itu … seringnya banyak omong doang. Hikd. 😥

Share:

0 comments:

Posting Komentar